Kamis, 25 November 2010

Artikel Keperawatan

Dalam situasi tertentu kita dapat mengalami frustrasi. Persoalannya adalah bagaimana menghadapinya, bahkan mencegahnya, agar tidak berubah agresif, apalagi depresif, lalu bunuh diri.
Seorang laki-laki muda dengan wajah kusut, murung, dan lesu duduk termenung di teras rumah. Ia melakukannya berjam-jam setiap pagi sejak beberapa hari lalu. Ia seorang sarjana, lulus dengan nilai cukup.
Hampir enam bulan ia keliling kota Jakarta, masuk kantor yang satu ke kantor yang lain, tetapi hanya jawaban “tidak ada lowongan” yang ia terima. Beberapa lowongan yang diiklankan dilamarnya, tetapi ia selalu gagal pada saat-saat akhir tes.
“Apa artinya ijazah saya ini, Bu?” katanya kepada ibunya, “saya benar-benar frustrasi!”
Ada lagi profesional muda yang kembali dari perantauan di Eropa. Ia tinggal di Jerman sejak masuk SMA hingga lulus sebagai doktor dalam bidang teknik. Dengan usia cukup matang, ia bertekad kembali dan bekerja di Indonesia.

1 komentar: